Senin, 30 Oktober 2017

Metabolisme Mineral Pada Hewan Ternak

MAKALAH
METABOLISME MINERAL PADA HEWAN TERNAK

Dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Nutrisi ternak Dasar
Dosen Pengampu : Tri Ida Wahyu Kustyorini, S.Pt., M.P







Disusun Oleh :

Moh. Zahrotan Arfi                      ( 160406030038)
Bagus Setyo Utomo                      ( 160406030039 )    
Vani Diosora Maprian                ( 160406030044 )
Wildan Jauhari                              ( 160406030045 )
Yanuarius                                         ( 160406030049 )



PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2017




KATA PENGANTAR
Puji yukur kami panjatkan kepada tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat – Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Di dalam makalah yang berjudul “Metabolisme Mineral pada Hewan Ternak” ini akan membahas begaimana pengaruh mineral pada hewan ternak.
Dalam penyusunan makalah ini tak luput dari kelalian, untuk itu kami mohon maaf atas kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Saran dan kritik yang membangun senantiasa kami harapkan demi menghasilkan makalah yang lebih baik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca dan kita semua dalam mempelajari perkembangan demokrasi di Indonesia.
Teimakasih..!

Malang, 21 Oktober 2017
                                                                                                                              Penyusun




BAB I
 PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Mineral dibutuhkan oleh hewan dalam jumlah yang cukup. Bagi ternak ruminansia, mineral selain digunakan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri juga digunakan untuk mendukung dan memasok kebutuhan mikroba pada rumen. Pada ternak ruminansia, selama siklus laktasi terdapat perbedaan antara beberapa periode dalam metabolisme mineral. Pada awal laktasi terjadi pengurasan mineral dari dalam tubuh, hal ini disebabkan mineral diperlukan untuk sintesis air susu. Intensitas pengurasan akan semakin berkurang dengan menurunnya produksi susu sehingga terdapat periode penimbunan mineral dalam tubuh. Unsur mineral makro seperti Ca, P, Mg, Na dan K berperan penting dalam aktivitas fisiologis dan metabolisme tubuh, sedangkan unsur mineral mikro seperti Fe, Cu, Zn, Mn, dan Co diperlukan dalam sistem enzim. Mineral mikro dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil, apabila termakan dalam jumlah besar dapat bersifat racun. Mineral yang dapat menyebabkan keracunan mencakup mineral esensial seperti Cu, Zn, Se, dan mineral non esensial seperti Hg, Pb, dan As.
Beberapa mineral berperan penting dalam meningkatkan aktivitas mikroba dalam rumen. Mineral yang mempengaruhi proses fermentasi rumen adalah S, Zn, Se, Co dan Na. Mineral di dalam rumen dibutuhkan oleh mikroba untuk pembentukan vitamin B dan protein. Defisiensi mineral akan mempengaruhi hasil dan proses fermentasi pakan dalam rumen.

1.2    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sistem pencernaan pada hewan ternak ?
2.      Apa yang dimaksud definisi mineral ?
3.      Metabolisme mineral ?
4.      Apa saja bentuk defisiensi mineral pada hewan ternak ?

1.3    Tujuan
1.      Mengetahui sistem pencernaan pada ternak.
2.      Mengetahui definisi dari mineral.
3.      Mengetahui peranan mineral pada ternak.
4.      Mengetahui bentuk – bentuk defisiensi mineral pada hewan ternak.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Sistem Pencernaan pada Ternak Ruminansia
2.1.1        Pengertian Hewan Ruminansia
Hewan ruminanasia atau sering disebut juga hewan pemamah biak yaitu sekelompok hewan pemakan tumbuhan (herbivora) yang mempunyai dua proses pencernaan makanan. Pertama dengan mengunyak makanan yang sudah dicerna di dalam perutnya kemudian di keluarkan lagi untuk di makan kembali pada proses pencernaan yang kedua. Hal ini memungkinkan hewan ruminanasia dapat mendaatkan sari-sari makanan yang dapat memberikan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan hewan ruminansia. Selai itu hewan ruminansia dibantu mikroorganisme dalam perutnya dalam proses pencernaan.
Pengeluaran kembalai makanan yang telah dicerna sebagian yang disebut cad. keluar dari rumen dan mengunyahnya untuk kedua kalinya disebut cudding. Hewan ruminansia memiliki lambung degan beberapa ruangan. Hewan ruminanasia termasuk dalam subordo Ruminansia dan ordonya adalah artiodaktil atau berkuku belah. Hewan ruminansia memiliki empat lambung, yaitu (rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Selain itu hewan ruminansia juga memamah makanan yang telah dicerna, maka dari itu hewan ruminansia juga disebut hewan pemamah biak. Contoh hewan ruminansia adalah sapi, domba, kambing dan rusa.
2.1.2        Sistem Pencernaan Hewan Ruminansia
Sistem pencernaan hewan vertebrata (bertulang belakang) tlah berkembang dan terspesialisasi sesuai dengan makanan yang akan dicernanaya. Pada sistem pencernaan manusia, makanan yang kaya akan serat tidak bisa dicerna. Gigi hewan ruminansia (pemamah biak) memiliki bentuk khusus yaitu, gigi seri (densinsisivus) dan gigi taringnya (dens caninus) memiliki bentuk khusus untuk merenggut rumput. Gigi premolar (geraham depan) dan molar (geraham belakang) memiliki fungsi menghancurkan makanan pada hewan pemamah biak memiliki kapisan  email yang melintang dan tajam.
Hewan pemamah biak (ruminansia) memiliki struktur esofagus terspesialisasi menjadi tiga ruangan berbeda yaitu (rumen, retikulum, dan omasum). Setelah ruangan omasum, terdapat ruang abomasum yang merupakan lambung sesungguhnyadari hewan ruminansia. Rumput atau dedaunan yang dimakan dicampur air liur kemudian dikunyah sebentar lalu ditelan. Setelah melaui esofagus, makanan akan tiba di bagian lambung yang pertama yaitu rumen. Rumen adalah tempat simbiosis antara hewan pemamahbiak dengan flagellata(dari jenis Copromonas subtitis) dan bakteri dari genus Cytopaga dan Bacterium penghasil enzim selulase yang dapat mengurai selulosa.
       Organ-organ yang berperan dalam pencernaan hewan ruminansia
1.        Rongga mulut 
Rongga mulut menjadi tempat pertama dalam proses pencernaan hewan ruminansia. Di dalam rongga muut terdapat gigi seri (insisivus) mempunyai bentuk yang sesuai untuk meotong dan menjepit makanan yang berupa dedaunan dan rerumputan. Kemudian gigi taringnya yang berfungsi untuk merenggut rumput atau dedaunan yang agak keras. Sedangkan proses pengunyahan selanjutnya dengan gigi geraham depan (premolare) dan geraham belakang (molare). Selain itu rahang hewaan ruminansia dapat bergerak menyamping untuk menggiling makanan.
2.        Esofagus (kerongkongan)
Setelah mengalami fase pengunyahan di dalam mulut, makanan kemudian melewati kerongkongan. Kerongkongan merupakan organ penghubung antara mulut dan lambung. Makanan yang melewati kerongkongan cukup singkat dikarenakan sebagian banyak hewan ruminansia memiliki organ kerongkongan yang relatif pendek.
3.        Lambung 
Setelah melewati esofagus, makanan kemudian menuju lambung. Pada proses pencernaan yang pertama lambung bereperan untuk menampung makanan sementara sebelum di keluarkan kembali. Selain itu lambung pada hewan ruminansia juga berfungsi untuk proses pembusukan makanan yang merupakan simbiosis antara hewan pemamah biak dengan flagellata(dari jenis Copromonas subtitis) dan bakteri dari genus Cytopaga dan Bacterium penghasil enzim selulase yang dapat mengurai selulosa.
Berikut ini adalah bagian utama lambung hewan ruminansia
a.        Rumen
Rumen merupakan bagian lambung yang paling besar. Rumen juga menjadi tempat pertama masuknya makanan setelah melewati esofagus. Makanan akan menjadi lebut jika telah memasuki rumen untuk yang kedua kalinya setelah hewan tersebut mengunyah dan mengeluarkan makanannya. Karena makanan tersebut telah tercampur dengan air liur serta enzim-enzim yang terdapat dalam rongga mulut hewan ruminansia. Rumen dapat menampung cukup bayak makanan yang telah di kunyah.
Di dalam rumen terdapat sismbiosis antara flagellata dengan hewan pemamah biak yang menghasilkan enzim selulase, oligosakharase, hidrolase, glikosidase, dan enzim amilase. Enzim tersebut berfungsi untuk mengurai selulosa. Selulosa merupakan komponen utama yang membentuk tanaman hijau. Selulosa adalah molekul yang terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen, dan ditemukan dalam struktur selular hampir semua materi tanaman, dan di dalam selulosa terdapat polisakarida. Sebuah polisakarida yang merupakan konstituen utama dari dinding sel di semua tumbuhan hijau dan sebagian besar bakteri.
b.        Retikulum
Setelah melewati rumen, makanan kemudian menuju retikulum. Retikulum mempunyai dinding oto yang cukup kuat, sehingga mampu untuk mengiling dan memproses makanan menjadi lebih halus. Retikulum juga sering disebut perut jalang. Retikulum berbatasan langsung dengan rumen, namun diantara keduanya tidak ada dinding penyekat. Pembatas diantara retikulum dan rumen yaitu hanya berupa lipatan, sehingga partikel makanan menjadi tercampur.  Pada retikulum dan rumen terjadi pencernaan secara fermentatif, karena pada bagian tersebut terdapat bermilyaran mikroorganisme.
c.         Omasum
Setelah melalui proses di rumen dan retikulum, kemudian makanan  menuju omasum. Di dalam omasum terdapat enzim-enzim yang berperan untuk menghaluskan makanan. Di dalam omasum terjadi proses absorpsi yaitu penyerapan air yang dilakukan oleh dinding omasum. Bentuk permukaan omasum berbuku-buku. Ph omasum berkisar antara 5,2 sampai 6,5. Antara omasum dan abomasums terdapat lubang yang disebut omaso abomasal orifice.
d.        Abomasum
Setelah melalui proses di omasum, kamudian makanan menuju abomasum. Abomasum juga disebut dengan perut sejati. Permukaan abomasum dilapisi oleh mukosa dan mukosa ini berfungsi untuk melindungi dinding sel tercerna oleh enzim yang dihasilkan oleh abomasum. Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen dan sel parietal menghasilkan HCl. Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk pepsin. Pada saat terbentuk pepsin reaksi terus berjalan secara otokatalitik. Di abomasumlah semua enzim-enzim bekerja dengan optimal.
4.        Usus Halus
Setelah melewati berbagai tahap pencernaan yang terdapat dalam lambung, kemudian makanan menuju usus halus. Usus halus berperan untuk menyerap sari-sari makanan yang telah di giling halus di dalam lambung. Kemudian sari-sari makanan yang telah diserap di edarkan ke seluruh tubuh dan menjadi energi. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejenum dan ileum. roses penyerapan sari makanan dari organ gastrointestinal terjadi dengan cara transpor pasif atau dengan difusi dipermudah.
5.        Anus 
Setelah proses penyerapan sari-sari makanan oelh usus halus, kemudian ampas-ampas bekas dari proses penyerapan tersebut di bawa menuju anus. Kemudian ampas-ampas tersebut menumpuk ampas-ampas sebelumnya dan menjadi kotoran yang siap untuk dikeluarkan.

2.2    Definisi Mineral
Mineral merupakan elemen-elemen atau unsur-unsur kimia selain dari karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang jumlahnya mencapai 95% dari berat badan. Jumlah seluruh mineral dalam tubuh hanya sebesar 4% (Piliang, 2002). Mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Sebagai contoh, bila bahan biologis dibakar, semua senyawa organik akan rusak; sebagian besar karbon berubah menjadi gas karbon dioksida (CO2), hidrogen menjadi uap air, dan nitrogen menjadi uap nitrogen (N2). Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu dalam bentuk senyawa anorganik sederhana, serta akan terjadi penggabungan antar individu atau dengan oksigen sehingga terbentuk garam anorganik (Davis dan Mertz 1987).
Minerral dibagi menjadi dua golongan, yaitu mineral esensial dan non esensial. Mineral esensial dibutuhkan dalam proses fisiologis hewan, mineral ini merupakan unsur nutrisi penting. Sehingga jika hewan mengalami kekurangan mineral esensial akan menyebabkan penyakit defisiensi mineral. Mineral ini terkait dengan protein termasuk enzim untuk proses metabolisme tubuh. Mineral non esensial adalah mineral yang tidak berguna dalam arti belum diketahui kegunaan pada tubuh hewan, sehingga jika unsur tersebut berlebih dari normal dapat menyebabkan keracunan, bahkan sangat berbahaya bagi makhluk hidup.

2.3    Metabolisme Mineral pada Ternak Ruminansia
Dalam tanaman, konsentrat sereal dan bahan pakan lain terutama yang berasal dari hijauan, makro dan mikro mineral diikat oleh protein, karbohidrat, lemak, dan senyawa biologis aktif lainnya. Dalam air dan suplemen mineral terdapat sebagai senyawa anorganik.
Selama proses pencernaan pakan/zat makanan oleh enzim, maka mineral organik yang terikat akan dikeluarkan dari sel tanaman, sedangkan garam-garam anorganik bergabung kedalam komplek biologi. Penyerapan dalam usus halus disertai dengan perubahan senyawa dan bentukan mineral. Mineral-mineral tersebut kemudian masuk ke dalam darah dan limfa dalam bentuk aktif, dan ditransportasikan ke berbagai organ.
Selama proses metabolik, mineral (dengan jumlah terbatas) hasil transfer dari suatu organ, kemudian disimpan dalam jaringan tubuh, bulu, jaringan bertanduk, selanjutnya diekskresikan ke dalam susu, saliva, feses, dan urin. Dengan demikian, mineral akan dijumpai dalam seluruh organ dan jaringan. Lancarnya metabolisme mineral makro dan mikro akan membantu optimalisasi keseluruhan tipe metabolisme sehingga akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan perkembangan ternak muda, produktivitas ternak dewasa lebih tinggi, kapasitas reproduksi berkembang, dan juga akan memperbaiki kehidupan ternak

2.3.1        Mineral mikro
Ø  Besi ( Fe )
Fe yang dibebaskan dari proses degradasi Hb dan porfirin  dapat secara cepat terlihat transferin dan dalam feritin serum pada plasma. Transferin mengangkut Fe kembali ke sumsum tulang untuk mensintesisi Hb kembali  atau dimana saja dibutuhkan. Feritin serum secara cepat diambil oleh hati  dan mungkin oleh sel –sel lain. Besi feritin intrseluler juga dimobilisasi untuk diangkut kesum – sum tulang Untuk mobilisasi tersebut Fe yang ada dalam pusat inti feritin harus direduksidikilasi dan dipindahkan kedalam plasma ,dimana dioksidasi kembali menjadi F3+ untuk diangkut pada transferin.

Ø  Seng ( Zn )
Didalam pangkres seng digunkan untuk membuat enzim pencernaan, yang pada waktu makan dikeluarkan ke dalam saluran cerna. Dengan demikaian saluran cerna menerima seng dari dua sumber, yaitu dri makanan dan dari cairan pencernaan yang kembali ke pangkreas dinamakan sikrulasi entropangkreatik. Bila di komsumsi seng tinggi, didalam sel dinding saluran cerna sebagian diubah menjadi metalotionein sebagai simpanan, sehingga absobrsi berkurang. Seperti halnya dengan besi, bentuk simpanan ini akan dibuang bersama sel-sel dinding usus halus yang umurny adalah 2-5 hri. Metalotionien di dalam hati mengikat seng hingga di butuhkn oleh tubuh. Metalotionien di duga mempunyai peranan dalam mengatur kandungan seng didalam cairan intarseluler.
Ø  Tembaga ( Cu )
Dalam plasma darah tembaga mula – mula diikat pada albumin dan suatu protein baru dan dibawa ke hati dimana akan mendapat proses :
1.  Diinkorporasikan ke dalam seruloplasmin dan protein / enzim hati yang spesifik;
2. Hilang melalui empedu, seruloplasmin disekresi kedalam plasma, fungsi enzimatiknya juga mengangkut tembaga kedalam sel seluruh tubuh;
3. Sebagian kecil Cu diangkut melalui transkuprein dan albumin ; rendahnya berat molekul dari pool –cu dalam plsma mungkin tidak merupakan sumber Cu seluler yang nyata.
Hanya sedikit tembaga yang disimpan di dalam jaringan tubuh keuali untuk fets kadar tembaga sangat konstan kecuali kalau sakit atau defisiensi Cu. Tembaga disimpan dalam  / melekat pada metalotionin intraseluler, protein 6700 dalton 1/3 bagian sistein ,yang juga mengikat zn ,cd, hg dann beberapa ion metal jarang lainnya.
Ø  Mangan ( Mn )
Mangan berkaitan dengan jumlah enzim dalam beberapa proses metabolism ,termasuk piruvatanya  dan karboksilse asetil CoA dan dehidrogenase isositrat dalam siklus krebs dan mitokondria; bentuk mitokondria; dismutase super oksida yang menolong melindungi membrane mitokondria. ???
Ø  Krom ( Cr )
Seperti halnya besi, krom diangkut oleh transferin. Bila tingkat kejenuhan transferin tinggi, krom dapt diangkut oleh albumin.
2.3.2        Mineral makro
Ø  Natrium ( Na )
Natrium diabsorpsi di usus halus secara aktif (membutuhkan energi), lalu dibawa oleh aliran darah ke ginjal untuk disaring kemudian dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan natrium akan dikeluarkan melalui urin yang diatur oleh hormone aldosteron yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal jika kadar natrium darah .
Ø  Klorida ( Cl )
Klor diabsorpsi di usus halus dan dieksresi melalui urin dan keringat. Kehilangan klor mengikuti kehilangan natrium.
Ø  Kalsium ( Ca )
Sebanyak 30-50 % kalsium yang dikonsumsi diabsorpsi tubuh yang terjadi di bagian atas usus halus yaitu duodenum. Kalsium membutuhkan pH 6 agar dapat berada dalam kondisi terlarut. Absorpsi kalsium terutama dilakukan secara aktif dengan menggunakan alat angkut protein-pengikat kalisum. Absorpsi pasif terjadi pada permukaan saluran cerna. Kalsium hanya bias diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk larut air dan tidak mengendap karena unsure makanan lain. Kalsium yang tidak diabsorpsi dikeluarkan melalui feses. Kehilangan kalsium dapat terjadi melalui urin, sekresi cairan yang masuk saluran cerna serta keringat.
Ø  Fosfor ( P )
Fosfor dapat diabsorpsi secara efisien sebagai fosfor bebas di dalam usus setelah dihidrolisis dan dilepas dari makanan oleh enzim alkalin fosfatase dalam mukosa usus halus dan diabsorpsi secara aktif yang dibantu oleh bentuk aktif vitamin D dan difusi pasif. Kadar fosfor dalam darah diatur oleh hormone paratiroid (PTH) yang dikeluarkan oleh kelenjar paratiroid dan hormone kalsitonin serta vitamin D, untuk mengontrol jumlah fosfor yang diserap, jumlah yang ditahan oleh ginjal, jumlah yang dibebaskan dan disimpan dalam tulang. PTH menurunkan reabsorpsi fosfor oleh ginjal. Kalsitonin meningkatkan eksresi fosfat oleh ginjal
Ø  Magnesium ( Mg )
Magnesium diabsorpsi di usus halus dengan bantuan alat angkut aktif dan secara difusi pasif. Di dalam darah magnesium terdapat dalam bentuk ion bebas. Keseimbangan magnesium dalam tubuh terjadi melalui penyesuaian eksresi magnesium melalui urin. Eksresi magnesium meningkat oleh adanya hormone tiroid, asidosis, aldosteron serta kekurangan fosfor dan kalium . eksresi magnesium menurun karena pengaruh kalsitonin, glukagon dan PTH terhadap resorpsi tubula ginjal
Ø  Sulfur ( S )
Sulfur diabsorpsi sebagai bagian dari asam amino atau sebagai sulfat anorganik. Sulfur juga merupakan bagian dari enzim glutation serta berbagai koenzim dan vitamin, termasuk koenzim A. Sebagian besar sulfur dieksresi melalui urin sebagai ion bebas. Sulfur juga merupakan salah satu elektrolit intraseluler yang terdapat dalam plasma berkonsentrasi rendah.

2.4    Defisiensi Mineral pada Ternak Ruminansia
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit defisiensi mineral, dan hal tersebut berkaitan dengan sistem pemeliharaan ternak yang banyak dipelihara dengan dilepas di padang pengembalaan. Pakan yang diberikan pada ternak hanya seadanya. Hal ini kualitas nutrisi pakan sangat bergantung pada rumput dan hijauan yang tumbuh di padang pengembalaan. Bila tanah tempat hijauan tumbuh miskin mineral, maka ternak akan menunjukkan gejala penyakit defisiensi mineral ( Gartenberg et. al : 1990 ). Gejala awal berupa penurunan reproduksi sekitar 20 – 75 %, retensi plasenta, anak lahir menjadi lemah, angka kematian anak tinggi. Penyakit lain yang timbul adalah pneumonia, diare, stomatis, anoreksia, dan penurunan produksi susu pada sapi perah. Gejala yang lebih parah adalah patah tulang, kulit kering dan bersisik, serta kekurusan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit defisiensi mineral disebabkan oleh faktor kondisi tanah dan jenis tanaman.  Selain keadaan tanah yang yang miskin mineral, tingkat keasaman (pH) tanah juga mempengaruhi kandungan hara. Pada tanah alkalis dengan Ph 8 akan terjadi defisiensi Fe, Mn, dan Zn, sebaliknya pada pH 5 terjadi defisiensi Cu ( Garternbrg. Et al : 1990 ).
Kecukupan mineral secara alami sangat bergantung pada kondisi daerah tempat ternak dipelihara dan pakan ternak yang cukup mengandung mineral. Bila ternak dipelihara secara tradisional, maka ketersediaan mineral dalam tanah dan rumput pakan ternak perlu diperhatikan. Pemberian mineral tambahan pada ternak ruminansia yang hidup di daerah yang tanahnya miskin unsur mineral perlu dilakukan. Tanaman legume mempunyai kandungan mineral cukup tinggi ( Prabowo et al : 1984, Montalvo et al : 1987, Harricharan et al : 1988 )
Dari hasil penelitian, penyakit defisiensi mineral pada ternak ruminansia merupakan salah satu penghambat perkembangan ternak di Indonesia. Oleh karena itu, upaya penanggulangan penyakit tersebut dengan pemberian mineral tambahan pada pakan ( dalam bentuk konsentrat maupun mineral blok ). Akan tetapi sebelum dilakukan penambahan mineral, perlu diadakan evaluasi kandungan mineral dalam tubuh ternak ( serum ) dan pakn tambahan yang akan diberikan, agar pemberian mineral sesuai dengan yang dibutuhkan ternak.
Berikut beberapa defisiensi mineral Mikro dan Makro pada ternak :
2.4.1        Defisiensi Mineral Mikro Esensial pada Ternak Ruminansia
Mineral
Defisiensi
Gejala
Besi (Fe)
Anemia Diarrhea, kelelahan,
nafsu makan hilang
Tembaga (Cu)
Malnutrisi, anemia, neutropenia
Nafsu makan terganggu, pertumbuhan terhambat, diarrheaosteomalesi, rambut dan bulu memucat, jalan ataxis
Iodin (I)

Produksi tiroksin pada glandula tiroid menurun pembengkakan pada leher
Pembesaran leher pada anak sapi dan domba, gondok, anak babi tanpa bulu dan anak domba tanpa wol, anak sapi daya hidup tidak ada
Kobalt (Co)

Defisiensi vitamin B12
Kehilangan nafsu makan, kelemahan,kekurusan, bulu kasar, anemia, kerusakan reproduksi
Seng (Zn)

Penyakit genetik, stress, traumatik imunitas anorexia
Pertumbuhan terganggu, parakeratosis, peradangan pada hidung dan mulut pada anak sapi
Sumber: McDonald et al. (1988).

2.4.2        Defisiensi Mineral Makro Esensial pada Ternak Ruminansia
Dampak kekurangan dan kelebihan mineral.
Mineral
Defisiensi
Natrium
Kejang, apatis dan hilang nafsu makan.
Keracunan berakibat adema dan hipertensi.
Klorida
Muntah, diare kronis, keringat berlebih.
Kalium
Lesu, lemah, hilang nafsu makan, kelumpuhan, mengigau dan konstipasi.
Hiperkalemia dapat berakibat gagal jantung dan kematian.
Kalsium
Kekurangan berakibat gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh.
Batu ginjal, gangguan arbsorbsi mineral lain serta konstipasi bila kelebihan.
Fosfor
Kerusakan tulang dengan gejala lelah, kurang nafsu makan, kerusakan tulang, dan kejang.
Magnesium
Kurang nafsu makan, gangguan pertumbuhan,gangguan sistem syaraf pusat.
Gagal ginjal.
Sulfur
Kekurangan protein.








BAB III
 PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Mineral adalah senyawa alami yang terbentuk melalui proses geologis. Istilah mineral termasuk tidak hanya bahan komposisi kimia tetapi juga struktur mineral. Mineral termasuk dalam komposisi unsur murni dan garam sederhana sampai silikat yang sangat kompleks dengan ribuan bentuk yang diketahui (senyawaan organik biasanya tidak termasuk).
Mineral merupakan elemen-elemen atau unsur-unsur kimia selain dari karbon, hidrogen.
Dalam tanaman, konsentrat sereal dan bahan pakan lain terutama yang berasal dari hijauan, makro dan mikro mineral diikat oleh protein, karbohidrat, lemak, dan senyawa biologis aktif lainnya. Dalam air dan suplemen mineral terdapat sebagai senyawa anorganik.

3.2  Saran
Penyakit defisiensi mineral diakibatkan oleh kurangnya kandungan mineral tertentu pada pakan ternak, akan tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi akibat interaksi unsur – unsur mineral dalam pakan tersebut. Kecukupan mineral secara alami sangat bergantung pada kondisi daerah ternak dipelihara dan pakan yang cukup mengandung mineral. Defisiensi Cu adalah yang paling sering ditemukan ( Stolz et al : 1985 )
Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi defisiensi mineral dengan pemberian mineral tambahan pada pakan ternak ruminansia, perlu diadakan evalusi kandungan mineral dalam tubuh ternak yang akan diberikan tambahan mineral, agar pemberian mineral sesuai yang dibutuhkan ternak, serta mengurangi interaksi unsur – unsur nutrisi dengan diagnosis kandungan mineral darah pada ternak.





DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114 ( Jurnal Litbang Pertanian, 26(3), 2007 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar