MAKALAH
METABOLISME MINERAL PADA HEWAN
TERNAK
Dibuat
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Nutrisi ternak Dasar
Dosen
Pengampu : Tri Ida Wahyu Kustyorini, S.Pt., M.P
Disusun
Oleh :
Moh. Zahrotan Arfi (
160406030038)
Bagus Setyo Utomo (
160406030039 )
Vani Diosora Maprian ( 160406030044 )
Wildan Jauhari ( 160406030045 )
Yanuarius (
160406030049 )
PROGRAM
STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
KANJURUHAN MALANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji yukur kami panjatkan kepada tuhan
Yang Maha Esa, karena atas rahmat – Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Di dalam makalah yang berjudul “Metabolisme Mineral pada Hewan
Ternak” ini akan membahas begaimana pengaruh mineral pada hewan ternak.
Dalam penyusunan makalah ini tak luput
dari kelalian, untuk itu kami mohon maaf atas kesalahan dalam penyusunan
makalah ini. Saran dan kritik yang membangun senantiasa kami harapkan demi
menghasilkan makalah yang lebih baik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis, pembaca dan kita semua dalam mempelajari perkembangan demokrasi
di Indonesia.
Teimakasih..!
Malang,
21 Oktober 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mineral dibutuhkan oleh hewan dalam jumlah
yang cukup. Bagi ternak ruminansia, mineral selain digunakan untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri juga digunakan untuk mendukung dan memasok kebutuhan
mikroba pada rumen. Pada ternak ruminansia, selama siklus laktasi terdapat
perbedaan antara beberapa periode dalam metabolisme mineral. Pada awal laktasi
terjadi pengurasan mineral dari dalam tubuh, hal ini disebabkan mineral
diperlukan untuk sintesis air susu. Intensitas pengurasan akan semakin
berkurang dengan menurunnya produksi susu sehingga terdapat periode penimbunan
mineral dalam tubuh. Unsur mineral makro seperti Ca, P, Mg, Na dan K berperan
penting dalam aktivitas fisiologis dan metabolisme tubuh, sedangkan unsur
mineral mikro seperti Fe, Cu, Zn, Mn, dan Co diperlukan dalam sistem enzim.
Mineral mikro dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil, apabila termakan dalam
jumlah besar dapat bersifat racun. Mineral yang dapat menyebabkan keracunan
mencakup mineral esensial seperti Cu, Zn, Se, dan mineral non esensial seperti
Hg, Pb, dan As.
Beberapa mineral berperan penting dalam
meningkatkan aktivitas mikroba dalam rumen. Mineral yang mempengaruhi proses
fermentasi rumen adalah S, Zn, Se, Co dan Na. Mineral di dalam rumen dibutuhkan
oleh mikroba untuk pembentukan vitamin B dan protein. Defisiensi mineral akan
mempengaruhi hasil dan proses fermentasi pakan dalam rumen.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sistem pencernaan pada hewan ternak ?
2.
Apa yang dimaksud definisi mineral ?
3.
Metabolisme mineral ?
4.
Apa saja bentuk defisiensi mineral pada hewan
ternak ?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui sistem pencernaan pada ternak.
2.
Mengetahui definisi dari mineral.
3.
Mengetahui peranan mineral pada ternak.
4.
Mengetahui bentuk – bentuk defisiensi mineral
pada hewan ternak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sistem Pencernaan pada Ternak Ruminansia
2.1.1
Pengertian Hewan Ruminansia
Hewan ruminanasia atau sering
disebut juga hewan pemamah biak yaitu sekelompok hewan pemakan tumbuhan
(herbivora) yang mempunyai dua proses pencernaan makanan. Pertama dengan
mengunyak makanan yang sudah dicerna di dalam perutnya kemudian di keluarkan
lagi untuk di makan kembali pada proses pencernaan yang kedua. Hal ini
memungkinkan hewan ruminanasia dapat mendaatkan sari-sari makanan yang dapat
memberikan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan hewan ruminansia. Selai
itu hewan ruminansia dibantu mikroorganisme dalam perutnya dalam proses
pencernaan.
Pengeluaran kembalai makanan
yang telah dicerna sebagian yang disebut cad. keluar dari
rumen dan mengunyahnya untuk kedua kalinya disebut cudding. Hewan
ruminansia memiliki lambung degan beberapa ruangan. Hewan ruminanasia termasuk
dalam subordo Ruminansia dan ordonya adalah artiodaktil atau
berkuku belah. Hewan ruminansia memiliki empat lambung, yaitu (rumen,
retikulum, omasum, dan abomasum. Selain itu hewan ruminansia juga memamah
makanan yang telah dicerna, maka dari itu hewan ruminansia juga disebut hewan
pemamah biak. Contoh hewan ruminansia adalah sapi, domba, kambing dan rusa.
2.1.2
Sistem Pencernaan Hewan Ruminansia
Sistem pencernaan hewan
vertebrata (bertulang belakang) tlah berkembang dan terspesialisasi sesuai
dengan makanan yang akan dicernanaya. Pada sistem pencernaan manusia, makanan
yang kaya akan serat tidak bisa dicerna. Gigi hewan ruminansia (pemamah biak)
memiliki bentuk khusus yaitu, gigi seri (densinsisivus) dan gigi taringnya
(dens caninus) memiliki bentuk khusus untuk merenggut rumput. Gigi premolar
(geraham depan) dan molar (geraham belakang) memiliki fungsi menghancurkan
makanan pada hewan pemamah biak memiliki kapisan email yang melintang dan
tajam.
Hewan pemamah biak
(ruminansia) memiliki struktur esofagus terspesialisasi menjadi tiga ruangan
berbeda yaitu (rumen, retikulum, dan omasum). Setelah ruangan omasum, terdapat
ruang abomasum yang merupakan lambung sesungguhnyadari hewan ruminansia. Rumput
atau dedaunan yang dimakan dicampur air liur kemudian dikunyah sebentar lalu
ditelan. Setelah melaui esofagus, makanan akan tiba di bagian lambung yang
pertama yaitu rumen. Rumen adalah tempat simbiosis antara hewan pemamahbiak
dengan flagellata(dari jenis Copromonas subtitis) dan bakteri dari genus
Cytopaga dan Bacterium penghasil enzim selulase yang dapat mengurai selulosa.
Organ-organ yang berperan dalam pencernaan hewan
ruminansia
1.
Rongga mulut
Rongga mulut menjadi tempat
pertama dalam proses pencernaan hewan ruminansia. Di dalam rongga muut terdapat
gigi seri (insisivus) mempunyai bentuk yang sesuai untuk meotong dan menjepit
makanan yang berupa dedaunan dan rerumputan. Kemudian gigi taringnya yang
berfungsi untuk merenggut rumput atau dedaunan yang agak keras. Sedangkan
proses pengunyahan selanjutnya dengan gigi geraham depan (premolare) dan
geraham belakang (molare). Selain itu rahang hewaan ruminansia dapat bergerak
menyamping untuk menggiling makanan.
2.
Esofagus (kerongkongan)
Setelah mengalami fase
pengunyahan di dalam mulut, makanan kemudian melewati kerongkongan.
Kerongkongan merupakan organ penghubung antara mulut dan lambung. Makanan yang
melewati kerongkongan cukup singkat dikarenakan sebagian banyak hewan
ruminansia memiliki organ kerongkongan yang relatif pendek.
3.
Lambung
Setelah melewati esofagus,
makanan kemudian menuju lambung. Pada proses pencernaan yang pertama lambung
bereperan untuk menampung makanan sementara sebelum di keluarkan kembali.
Selain itu lambung pada hewan ruminansia juga berfungsi untuk proses pembusukan
makanan yang merupakan simbiosis antara hewan pemamah biak
dengan flagellata(dari jenis Copromonas subtitis) dan bakteri dari genus
Cytopaga dan Bacterium penghasil enzim selulase yang dapat mengurai selulosa.
Berikut ini adalah bagian utama lambung hewan ruminansia
Berikut ini adalah bagian utama lambung hewan ruminansia
a.
Rumen
Rumen merupakan bagian
lambung yang paling besar. Rumen juga menjadi tempat pertama masuknya makanan
setelah melewati esofagus. Makanan akan menjadi lebut jika telah memasuki rumen
untuk yang kedua kalinya setelah hewan tersebut mengunyah dan mengeluarkan
makanannya. Karena makanan tersebut telah tercampur dengan air liur serta
enzim-enzim yang terdapat dalam rongga mulut hewan ruminansia. Rumen dapat
menampung cukup bayak makanan yang telah di kunyah.
Di dalam rumen terdapat
sismbiosis antara flagellata dengan hewan pemamah biak yang menghasilkan enzim
selulase, oligosakharase, hidrolase, glikosidase, dan enzim amilase. Enzim
tersebut berfungsi untuk mengurai selulosa. Selulosa merupakan komponen utama
yang membentuk tanaman hijau. Selulosa adalah molekul yang
terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen, dan ditemukan dalam struktur
selular hampir semua materi tanaman, dan di dalam selulosa terdapat
polisakarida. Sebuah polisakarida yang merupakan konstituen utama dari dinding
sel di semua tumbuhan hijau dan sebagian besar bakteri.
b.
Retikulum
Setelah melewati rumen,
makanan kemudian menuju retikulum. Retikulum mempunyai dinding oto yang cukup
kuat, sehingga mampu untuk mengiling dan memproses makanan menjadi lebih halus.
Retikulum juga sering disebut perut jalang. Retikulum berbatasan langsung
dengan rumen, namun diantara keduanya tidak ada dinding penyekat. Pembatas
diantara retikulum dan rumen yaitu hanya berupa lipatan, sehingga partikel
makanan menjadi tercampur. Pada retikulum dan rumen terjadi pencernaan
secara fermentatif, karena pada bagian tersebut terdapat bermilyaran
mikroorganisme.
c.
Omasum
Setelah melalui proses di
rumen dan retikulum, kemudian makanan menuju omasum. Di dalam omasum
terdapat enzim-enzim yang berperan untuk menghaluskan makanan. Di dalam omasum
terjadi proses absorpsi yaitu penyerapan air yang dilakukan oleh dinding
omasum. Bentuk permukaan omasum berbuku-buku. Ph omasum berkisar antara
5,2 sampai 6,5. Antara omasum dan abomasums terdapat lubang yang disebut omaso
abomasal orifice.
d.
Abomasum
Setelah melalui proses di
omasum, kamudian makanan menuju abomasum. Abomasum juga disebut dengan perut
sejati. Permukaan abomasum dilapisi oleh mukosa dan mukosa ini berfungsi
untuk melindungi dinding sel tercerna oleh enzim yang dihasilkan oleh abomasum.
Sel-sel mukosa menghasilkan pepsinogen dan sel parietal menghasilkan HCl.
Pepsinogen bereaksi dengan HCl membentuk pepsin. Pada saat terbentuk pepsin
reaksi terus berjalan secara otokatalitik. Di abomasumlah semua enzim-enzim
bekerja dengan optimal.
4.
Usus Halus
Setelah melewati berbagai
tahap pencernaan yang terdapat dalam lambung, kemudian makanan menuju usus
halus. Usus halus berperan untuk menyerap sari-sari makanan yang telah di
giling halus di dalam lambung. Kemudian sari-sari makanan yang telah diserap di
edarkan ke seluruh tubuh dan menjadi energi. Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu duodenum, jejenum dan ileum. roses penyerapan sari
makanan dari organ gastrointestinal terjadi dengan cara transpor pasif atau
dengan difusi dipermudah.
5.
Anus
Setelah proses penyerapan
sari-sari makanan oelh usus halus, kemudian ampas-ampas bekas dari proses
penyerapan tersebut di bawa menuju anus. Kemudian ampas-ampas tersebut menumpuk
ampas-ampas sebelumnya dan menjadi kotoran yang siap untuk dikeluarkan.
2.2
Definisi Mineral
Mineral merupakan elemen-elemen atau
unsur-unsur kimia selain dari karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang
jumlahnya mencapai 95% dari berat badan. Jumlah seluruh mineral dalam tubuh
hanya sebesar 4% (Piliang, 2002). Mineral juga dikenal sebagai zat anorganik
atau kadar abu. Sebagai contoh, bila bahan biologis dibakar, semua senyawa
organik akan rusak; sebagian besar karbon berubah menjadi gas karbon dioksida
(CO2), hidrogen menjadi uap air, dan nitrogen menjadi uap nitrogen (N2).
Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu dalam bentuk senyawa
anorganik sederhana, serta akan terjadi penggabungan antar individu atau dengan
oksigen sehingga terbentuk garam anorganik (Davis dan Mertz 1987).
Minerral dibagi menjadi dua golongan, yaitu
mineral esensial dan non esensial. Mineral esensial dibutuhkan dalam proses
fisiologis hewan, mineral ini merupakan unsur nutrisi penting. Sehingga jika
hewan mengalami kekurangan mineral esensial akan menyebabkan penyakit
defisiensi mineral. Mineral ini terkait dengan protein termasuk enzim untuk
proses metabolisme tubuh. Mineral non esensial adalah mineral yang tidak
berguna dalam arti belum diketahui kegunaan pada tubuh hewan, sehingga jika
unsur tersebut berlebih dari normal dapat menyebabkan keracunan, bahkan sangat
berbahaya bagi makhluk hidup.
2.3
Metabolisme Mineral pada Ternak Ruminansia
Dalam tanaman, konsentrat sereal
dan bahan pakan lain terutama yang berasal dari hijauan, makro dan mikro
mineral diikat oleh protein, karbohidrat, lemak, dan senyawa biologis aktif
lainnya. Dalam air dan suplemen mineral terdapat sebagai senyawa anorganik.
Selama proses pencernaan pakan/zat
makanan oleh enzim, maka mineral organik yang terikat akan dikeluarkan dari sel
tanaman, sedangkan garam-garam anorganik bergabung kedalam komplek biologi.
Penyerapan dalam usus halus disertai dengan perubahan senyawa dan bentukan
mineral. Mineral-mineral tersebut kemudian masuk ke dalam darah dan limfa dalam
bentuk aktif, dan ditransportasikan ke berbagai organ.
Selama proses metabolik, mineral
(dengan jumlah terbatas) hasil transfer dari suatu organ, kemudian disimpan
dalam jaringan tubuh, bulu, jaringan bertanduk, selanjutnya diekskresikan ke
dalam susu, saliva, feses, dan urin. Dengan demikian, mineral akan dijumpai
dalam seluruh organ dan jaringan. Lancarnya metabolisme mineral makro dan mikro
akan membantu optimalisasi keseluruhan tipe metabolisme sehingga akan
menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan perkembangan ternak muda,
produktivitas ternak dewasa lebih tinggi, kapasitas reproduksi berkembang, dan
juga akan memperbaiki kehidupan ternak
2.3.1
Mineral mikro
Ø
Besi ( Fe )
Fe yang
dibebaskan dari proses degradasi Hb dan porfirin dapat secara cepat
terlihat transferin dan dalam feritin serum pada plasma. Transferin mengangkut
Fe kembali ke sumsum tulang untuk mensintesisi Hb kembali atau dimana
saja dibutuhkan. Feritin serum secara cepat diambil oleh hati dan mungkin
oleh sel –sel lain. Besi feritin intrseluler juga dimobilisasi untuk diangkut
kesum – sum tulang Untuk mobilisasi tersebut Fe yang ada dalam pusat inti
feritin harus direduksidikilasi dan dipindahkan kedalam plasma ,dimana
dioksidasi kembali menjadi F3+ untuk diangkut pada transferin.
Ø
Seng ( Zn )
Didalam
pangkres seng digunkan untuk membuat enzim pencernaan, yang pada waktu makan
dikeluarkan ke dalam saluran cerna. Dengan demikaian saluran cerna menerima
seng dari dua sumber, yaitu dri makanan dan dari cairan pencernaan yang kembali
ke pangkreas dinamakan sikrulasi entropangkreatik. Bila di komsumsi seng
tinggi, didalam sel dinding saluran cerna sebagian diubah menjadi metalotionein
sebagai simpanan, sehingga absobrsi berkurang. Seperti halnya dengan besi,
bentuk simpanan ini akan dibuang bersama sel-sel dinding usus halus yang umurny
adalah 2-5 hri. Metalotionien di dalam hati mengikat seng hingga di butuhkn
oleh tubuh. Metalotionien di duga mempunyai peranan dalam mengatur kandungan
seng didalam cairan intarseluler.
Ø
Tembaga ( Cu )
Dalam plasma darah tembaga mula – mula diikat pada albumin
dan suatu protein baru dan dibawa ke hati dimana akan mendapat proses :
1. Diinkorporasikan
ke dalam seruloplasmin dan protein / enzim hati yang spesifik;
2. Hilang melalui empedu, seruloplasmin
disekresi kedalam plasma, fungsi enzimatiknya juga mengangkut tembaga kedalam
sel seluruh tubuh;
3. Sebagian kecil Cu diangkut melalui
transkuprein dan albumin ; rendahnya berat molekul dari pool –cu dalam plsma
mungkin tidak merupakan sumber Cu seluler yang nyata.
Hanya sedikit
tembaga yang disimpan di dalam jaringan tubuh keuali untuk fets kadar tembaga
sangat konstan kecuali kalau sakit atau defisiensi Cu. Tembaga disimpan
dalam / melekat pada metalotionin intraseluler, protein 6700 dalton 1/3
bagian sistein ,yang juga mengikat zn ,cd, hg dann beberapa ion metal jarang lainnya.
Ø
Mangan ( Mn )
Mangan
berkaitan dengan jumlah enzim dalam beberapa proses metabolism ,termasuk
piruvatanya dan karboksilse asetil CoA dan dehidrogenase isositrat dalam
siklus krebs dan mitokondria; bentuk mitokondria; dismutase super oksida yang
menolong melindungi membrane mitokondria. ???
Ø
Krom ( Cr )
Seperti halnya
besi, krom diangkut oleh transferin. Bila tingkat kejenuhan transferin tinggi,
krom dapt diangkut oleh albumin.
2.3.2
Mineral makro
Ø
Natrium ( Na )
Natrium
diabsorpsi di usus halus secara aktif (membutuhkan energi), lalu dibawa oleh
aliran darah ke ginjal untuk disaring kemudian dikembalikan ke aliran darah
dalam jumlah cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan
natrium akan dikeluarkan melalui urin yang diatur oleh hormone aldosteron yang
dikeluarkan oleh kelenjar adrenal jika kadar natrium darah .
Ø
Klorida ( Cl )
Klor diabsorpsi
di usus halus dan dieksresi melalui urin dan keringat. Kehilangan klor
mengikuti kehilangan natrium.
Ø
Kalsium ( Ca )
Sebanyak 30-50
% kalsium yang dikonsumsi diabsorpsi tubuh yang terjadi di bagian atas usus
halus yaitu duodenum. Kalsium membutuhkan pH 6 agar dapat berada dalam kondisi
terlarut. Absorpsi kalsium terutama dilakukan secara aktif dengan menggunakan
alat angkut protein-pengikat kalisum. Absorpsi pasif terjadi pada permukaan
saluran cerna. Kalsium hanya bias diabsorpsi bila terdapat dalam bentuk larut
air dan tidak mengendap karena unsure makanan lain. Kalsium yang tidak
diabsorpsi dikeluarkan melalui feses. Kehilangan kalsium dapat terjadi melalui
urin, sekresi cairan yang masuk saluran cerna serta keringat.
Ø
Fosfor ( P )
Fosfor dapat
diabsorpsi secara efisien sebagai fosfor bebas di dalam usus setelah
dihidrolisis dan dilepas dari makanan oleh enzim alkalin fosfatase dalam mukosa
usus halus dan diabsorpsi secara aktif yang dibantu oleh bentuk aktif vitamin D
dan difusi pasif. Kadar fosfor dalam darah diatur oleh hormone paratiroid (PTH)
yang dikeluarkan oleh kelenjar paratiroid dan hormone kalsitonin serta vitamin
D, untuk mengontrol jumlah fosfor yang diserap, jumlah yang ditahan oleh
ginjal, jumlah yang dibebaskan dan disimpan dalam tulang. PTH menurunkan
reabsorpsi fosfor oleh ginjal. Kalsitonin meningkatkan eksresi fosfat oleh
ginjal
Ø
Magnesium ( Mg
)
Magnesium
diabsorpsi di usus halus dengan bantuan alat angkut aktif dan secara difusi
pasif. Di dalam darah magnesium terdapat dalam bentuk ion bebas. Keseimbangan
magnesium dalam tubuh terjadi melalui penyesuaian eksresi magnesium melalui
urin. Eksresi magnesium meningkat oleh adanya hormone tiroid, asidosis, aldosteron
serta kekurangan fosfor dan kalium . eksresi magnesium menurun karena pengaruh
kalsitonin, glukagon dan PTH terhadap resorpsi tubula ginjal
Ø
Sulfur ( S )
Sulfur
diabsorpsi sebagai bagian dari asam amino atau sebagai sulfat anorganik. Sulfur
juga merupakan bagian dari enzim glutation serta berbagai koenzim dan vitamin,
termasuk koenzim A. Sebagian besar sulfur dieksresi melalui urin sebagai ion
bebas. Sulfur juga merupakan salah satu elektrolit intraseluler yang terdapat
dalam plasma berkonsentrasi rendah.
2.4
Defisiensi Mineral pada Ternak Ruminansia
Beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya penyakit defisiensi mineral, dan hal tersebut berkaitan dengan
sistem pemeliharaan ternak yang banyak dipelihara dengan dilepas di padang
pengembalaan. Pakan yang diberikan pada ternak hanya seadanya. Hal ini kualitas
nutrisi pakan sangat bergantung pada rumput dan hijauan yang tumbuh di padang
pengembalaan. Bila tanah tempat hijauan tumbuh miskin mineral, maka ternak akan
menunjukkan gejala penyakit defisiensi mineral ( Gartenberg et. al :
1990 ). Gejala awal berupa penurunan reproduksi sekitar 20 – 75 %, retensi
plasenta, anak lahir menjadi lemah, angka kematian anak tinggi. Penyakit lain
yang timbul adalah pneumonia, diare, stomatis, anoreksia, dan penurunan
produksi susu pada sapi perah. Gejala yang lebih parah adalah patah tulang,
kulit kering dan bersisik, serta kekurusan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penyakit defisiensi mineral disebabkan oleh faktor kondisi tanah dan jenis
tanaman. Selain keadaan tanah yang yang
miskin mineral, tingkat keasaman (pH) tanah juga mempengaruhi kandungan hara.
Pada tanah alkalis dengan Ph 8 akan terjadi defisiensi Fe, Mn, dan Zn,
sebaliknya pada pH 5 terjadi defisiensi Cu ( Garternbrg. Et al : 1990 ).
Kecukupan mineral secara alami
sangat bergantung pada kondisi daerah tempat ternak dipelihara dan pakan ternak
yang cukup mengandung mineral. Bila ternak dipelihara secara tradisional, maka
ketersediaan mineral dalam tanah dan rumput pakan ternak perlu diperhatikan.
Pemberian mineral tambahan pada ternak ruminansia yang hidup di daerah yang
tanahnya miskin unsur mineral perlu dilakukan. Tanaman legume mempunyai
kandungan mineral cukup tinggi ( Prabowo et al : 1984, Montalvo et al
: 1987, Harricharan et al : 1988 )
Dari hasil penelitian, penyakit
defisiensi mineral pada ternak ruminansia merupakan salah satu penghambat
perkembangan ternak di Indonesia. Oleh karena itu, upaya penanggulangan
penyakit tersebut dengan pemberian mineral tambahan pada pakan ( dalam bentuk
konsentrat maupun mineral blok ). Akan tetapi sebelum dilakukan penambahan
mineral, perlu diadakan evaluasi kandungan mineral dalam tubuh ternak ( serum )
dan pakn tambahan yang akan diberikan, agar pemberian mineral sesuai dengan
yang dibutuhkan ternak.
Berikut beberapa defisiensi mineral
Mikro dan Makro pada ternak :
2.4.1
Defisiensi
Mineral Mikro Esensial pada Ternak Ruminansia
Mineral
|
Defisiensi
|
Gejala
|
Besi (Fe)
|
Anemia
Diarrhea, kelelahan,
|
nafsu makan
hilang
|
Tembaga (Cu)
|
Malnutrisi,
anemia, neutropenia
|
Nafsu makan
terganggu, pertumbuhan terhambat, diarrheaosteomalesi, rambut dan bulu
memucat, jalan ataxis
|
Iodin (I)
|
Produksi
tiroksin pada glandula tiroid menurun pembengkakan pada leher
|
Pembesaran
leher pada anak sapi dan domba, gondok, anak babi tanpa bulu dan anak domba
tanpa wol, anak sapi daya hidup tidak ada
|
Kobalt (Co)
|
Defisiensi
vitamin B12
|
Kehilangan
nafsu makan, kelemahan,kekurusan, bulu kasar, anemia, kerusakan reproduksi
|
Seng (Zn)
|
Penyakit
genetik, stress, traumatik imunitas anorexia
|
Pertumbuhan
terganggu, parakeratosis, peradangan pada hidung dan mulut pada anak sapi
|
Sumber:
McDonald et al. (1988).
2.4.2
Defisiensi
Mineral Makro Esensial pada Ternak Ruminansia
Dampak kekurangan dan kelebihan mineral.
Mineral
|
Defisiensi
|
Natrium
|
Kejang,
apatis dan hilang nafsu makan.
Keracunan
berakibat adema dan hipertensi.
|
Klorida
|
Muntah,
diare kronis, keringat berlebih.
|
Kalium
|
Lesu, lemah,
hilang nafsu makan, kelumpuhan, mengigau dan konstipasi.
Hiperkalemia
dapat berakibat gagal jantung dan kematian.
|
Kalsium
|
Kekurangan
berakibat gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh.
Batu ginjal,
gangguan arbsorbsi mineral lain serta konstipasi bila kelebihan.
|
Fosfor
|
Kerusakan
tulang dengan gejala lelah, kurang nafsu makan, kerusakan tulang, dan kejang.
|
Magnesium
|
Kurang nafsu
makan, gangguan pertumbuhan,gangguan sistem syaraf pusat.
Gagal
ginjal.
|
Sulfur
|
Kekurangan
protein.
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mineral adalah senyawa alami yang terbentuk
melalui proses geologis. Istilah mineral termasuk tidak hanya bahan komposisi
kimia tetapi juga struktur mineral. Mineral termasuk dalam komposisi unsur
murni dan garam sederhana sampai silikat yang sangat kompleks dengan ribuan
bentuk yang diketahui (senyawaan organik biasanya tidak termasuk).
Mineral merupakan elemen-elemen atau
unsur-unsur kimia selain dari karbon, hidrogen.
Dalam tanaman, konsentrat sereal
dan bahan pakan lain terutama yang berasal dari hijauan, makro dan mikro
mineral diikat oleh protein, karbohidrat, lemak, dan senyawa biologis aktif
lainnya. Dalam air dan suplemen mineral terdapat sebagai senyawa anorganik.
3.2 Saran
Penyakit defisiensi mineral diakibatkan oleh
kurangnya kandungan mineral tertentu pada pakan ternak, akan tetapi tidak
menutup kemungkinan terjadi akibat interaksi unsur – unsur mineral dalam pakan
tersebut. Kecukupan mineral secara alami sangat bergantung pada kondisi daerah
ternak dipelihara dan pakan yang cukup mengandung mineral. Defisiensi Cu adalah
yang paling sering ditemukan ( Stolz et al : 1985 )
Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi
defisiensi mineral dengan pemberian mineral tambahan pada pakan ternak
ruminansia, perlu diadakan evalusi kandungan mineral dalam tubuh ternak yang
akan diberikan tambahan mineral, agar pemberian mineral sesuai yang dibutuhkan
ternak, serta mengurangi interaksi unsur – unsur nutrisi dengan diagnosis
kandungan mineral darah pada ternak.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Penelitian
Veteriner, Jalan R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
( Jurnal Litbang Pertanian,
26(3), 2007 )